Titik Temu Smamsatu | Ruang Inspirasi & Jembatan Pemikiran | Oleh : M. Islahuddin (Guru Pendidikan ISMUBA Smamsatu Gresik)

Mengacu pada teladan Sang Arsitek Pendidikan KH. Ahmad Dahlan dalam mengajarkan tafsir surat Al-Ma’un, sekolah-sekolah Muhammadiyah di masa depan memiliki peluang besar untuk semakin memajukan pembelajaran berbasis deep learning dengan integrasi elemen mindful, meaningful, dan joyful. Filosofi pendidikan yang telah dirintis oleh KH. Ahmad Dahlan dapat menjadi landasan inovasi dalam menciptakan generasi yang tidak hanya cerdas secara intelektual tetapi juga berdaya secara sosial.

Menilik pada teladan KH. Ahmad Dahlan dalam mengajarkan tafsir surat Al-Ma’un, sekolah-sekolah Muhammadiyah di masa depan memiliki peluang besar untuk semakin memajukan pembelajaran berbasis deep learning dengan integrasi elemen mindful, meaningful, dan joyful. Filosofi pendidikan yang telah dirintis oleh KH. Ahmad Dahlan dapat menjadi landasan inovasi dalam menciptakan generasi yang tidak hanya cerdas secara intelektual tetapi juga berdaya secara sosial.

Gagasan deep learning yang digaungkan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Prof. Abdul Mu’ti bukanlah gagasan baru di Indonesia. Gagasan ini pernah diimplementasikan secara penuh oleh tokoh sekaligus pendiri Muhammadiyah Kiai Haji Ahmad Dahlan.

Mindful Learning: Integrasi Spiritualitas dan Kesadaran Sosial

Sekolah Muhammadiyah dapat memprioritaskan pembelajaran yang membangun kesadaran mendalam pada peserta didik, baik dalam memahami nilai-nilai agama maupun menerapkannya dalam kehidupan nyata. Misalnya, melalui kurikulum ISMUBA Holistik Berkemajuan untuk menanamkan pentingnya refleksi spiritual, siswa diajak untuk memahami esensi ibadah dan tanggung jawab sosial, seperti peduli pada fakir miskin dan anak yatim. Pendekatan ini dapat diwujudkan dalam program seperti “Filantropi Al-Ma’un” atau sejenisnya di mana siswa merenungkan dampak tindakan mereka terhadap lingkungan sekitar.

Meaningful Learning: Teoritis Menuju Aksi Nyata

Sejalan dengan pesan KH. Ahmad Dahlan, pembelajaran tidak berhenti pada transfer ilmu, tetapi harus melibatkan aksi nyata. Sekolah Muhammadiyah masa depan dapat mengembangkan project-based learning dengan tema sosial. Contohnya, siswa dilibatkan dalam program pengelolaan zakat, pembagian sedekah, hingga pendampingan komunitas masyarakat yang kurang mampu. Kegiatan ini memberi siswa pengalaman langsung yang memperkaya makna dari pembelajaran mereka, sekaligus membangun empati dan kemampuan memecahkan masalah nyata.

Joyful Learning: Belajar Dengan Senang Lalu Terkenang

Untuk menjaga antusiasme dan minat belajar, sekolah Muhammadiyah dapat mengadopsi metode pembelajaran kreatif seperti permainan edukatif, drama interaktif, dan teknologi digital yang memvisualisasikan pesan-pesan Al-Qur’an. Misalnya, siswa dapat diajak bermain peran sebagai “Ruang Pengakuan (Anonim)” dalam sebuah drama sekolah yang menggambarkan pengamalan dari ayat Al- Qur’an yang diajarkan oleh guru. Dengan aktivitas ini, siswa tidak hanya memahami teori, tetapi juga terlibat secara emosional dan menikmati proses belajar.

Mengenang K.H. Ahmad Dahlan dan Teologi Al-Ma’un

K.H. Ahmad Dahlan, seorang ulama besar dari Kauman, Yogyakarta, dikenal sebagai pendiri Muhammadiyah. Namun, warisan terbesarnya bukan hanya sebuah organisasi, melainkan sebuah gagasan revolusioner dalam memahami ajaran Islam. Gagasan ini dikenal sebagai Teologi Al-Ma’un,

yang bersumber dari Surat Al-Ma’un.

Surat Al-Ma’un dimulai dengan pertanyaan retoris, Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama?” Ayat-ayat berikutnya memberikan jawabannya: yaitu orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin.”

K.H. Ahmad Dahlan tidak berhenti pada interpretasi tekstual. Beliau mengajak para santrinya untuk turun langsung ke masyarakat, melihat realitas kemiskinan dan ketidakadilan, lalu merenungkan makna ayat-ayat tersebut. Ia mematahkan pemahaman bahwa ibadah hanya sebatas ritual shalat dan puasa. Menurutnya, ibadah sejati harus berwujud aksi nyata yang memberdayakan masyarakat. Inilah inti dari Teologi Al-Ma’un: iman harus diterjemahkan menjadi amal shalih yang memiliki dampak sosial.

Jejak K.H. Ahmad Dahlan dalam Konsep Deep Learning

Selain mengkaji sejumlah referensi relevan tentang deep learning, sebagai aktivis Muhammadiyah, Prof. Abdul Mu’ti pasti sangat menjiwai pembelajaran keagamaan yang dipraktikkan KH Ahmad Dahlan. Pendiri dan ideolog Muhammadiyah tersebut begitu mendalam tatkala menelaah ayat-ayat Al-Qur’an. 

Kiai Dahlan senantiasa membahas dan mengkaji Al-Qur’an, menelaah dengan teliti kandungan maknanya, serta mempertanyakan sebab-sebab diturunkan ayat (asbab al-nuzul) dan apa yang mesti dilakukan. 

Kajian mendalam Kiai Dahlan merupakan realisasi terhadap perintah Allah SWT agar manusia selalu melakukan tadabbur (memperhatikan dan mencermati dengan penuh ketelitian) terhadap apa yang tersirat dalam setiap ayat Al-Qur’an.

Tatkala memahami Surat Ali ’Imran ayat 104, Kiai Dahlan tergerak hatinya untuk mendirikan organisasi atau persyarikatan yang rapi. Persyarikatan itu diharapkan mampu mengembangkan dakwah sekaligus mendirikan berbagai amal kemanusiaan. 

Yang melegenda tentu saja kajian Kiai Dahlan terhadap Al-Qur’an surah Al-Ma’un yang kemudian menjelma menjadi istilah “ Teologi Al- Ma’uun”. Surah ke-107 itu digunakan Kiai Dahlan untuk menggali sumber dana umat guna membangun basis teologi pengembangan amal sosial. 

Warga Muhammadiyah senantiasa diingatkan peristiwa pengajian Kiai Dahlan yang selalu mengajarkan surah Al-Ma’un kepada santrinya selama tiga bulan. Kajian mendalam terhadap surah Al-Ma’un kemudian melahirkan banyak amal kemanusiaan bidang pendidikan, rumah sakit, dan pelayanan sosial. 

Kiai Dahlan juga mengkaji surat Al-’Ashr bersama santrinya selama delapan bulan. Surah ke-103 itu memberikan pesan penting kepada umat mengenai pentingnya menghargai waktu (respect to the time). 

Dari kajian pada surah itu lahir ”teologi Al-’Ashr” yang menjadi dasar ajaran berdisiplin, tepat waktu, dan sedikit berbicara banyak bekerja. Praktik ajaran itu begitu ditekankan Kiai Dahlan bersama para ideolog Muhammadiyah periode awal. 

Melalui kajian mendalam pada Al-Qur’an, Kiai Dahlan berpesan kepada santrinya agar tidak mempelajari ayat lain sebelum benar-benar mempraktikkan ajarannya.

Ahmad Syafii Maarif (Buya Syafii) mengomentari kajian keagamaan yang begitu mendalam model Kiai Dahlan itu sangat disayangkan jika lebih banyak dipuja-puji daripada dijadikan rujukan. Buya Syafii

bahkan menyandingkan penafsiran Al-Qur’an model Kiai Dahlan dengan Fazlurrahman. 

Fazlurrahman merupakan guru yang banyak menginspirasi pemikiran keislaman Nurcholish Madjid, Amien Rais, dan Buya Syafii. Hal itu terjadi tatkala tiga cendekiawan muslim tersebut belajar di Chicago University, Illinois, Amerika Serikat.

Menurut Buya Syafii, ada kesamaan model penafsiran Al-Qur’an antara Kiai Dahlan dan Fazlurrahman. Keduanya sama-sama berusaha untuk melakukan kontekstualisasi pesan ayat-ayat Al-Qur’an dengan realitas sosial yang sedang terjadi di tengah-tengah masyarakat. 

Itulah model pembelajaran kemudian yang populer dikenal sebagai contextual teaching and learning. Pada intinya, pendekatan pembelajaran itu mengajak guru dan murid mengaitkan materi pelajaran dengan kondisi dunia yang benar-benar nyata adanya.

Lalu, di mana titik temu antara Deep Learning dan pemikiran K.H. Ahmad Dahlan? Keduanya, pada dasarnya, memiliki kesamaan dalam metodologi pembelajaran dan aksi: belajar dari data untuk menghasilkan aksi yang transformatif.

Pengumpulan “Data” Sosial: K.H. Ahmad Dahlan, melalui Teologi Al-Ma’un, memerintahkan para santrinya untuk mengumpulkan “data” nyata dari masyarakat. Data ini adalah realitas kemiskinan, kesengsaraan anak yatim, dan ketidakberdayaan orang miskin. Ini adalah “dataset” sosial yang mentah.

Pemrosesan “Data” Teologis: Santri-santri tersebut kemudian “memproses” data ini—membandingkannya dengan ajaran Al-Qur’an, khususnya Surat Al-Ma’un. Mereka tidak hanya membaca teks, tetapi melihatnya sebagai cerminan dari realitas yang ada di depan mata.

Membuat “Model” Aksi: Dari pemahaman yang mendalam ini, K.H. Ahmad Dahlan dan para santrinya membangun sebuah “model” aksi. Model ini bukan hanya pemahaman, melainkan sebuah rencana tindakan terstruktur untuk mengatasi masalah tersebut, seperti mendirikan rumah sakit, panti asuhan, dan sekolah. Model ini mengubah iman menjadi amal nyata.

Prediksi” dan Transformasi Sosial: Hasil dari model ini adalah “prediksi” yang akurat: bahwa dengan amal sosial yang terorganisir, masalah-masalah sosial dapat diatasi. Prediksi ini terwujud dalam transformasi nyata yang mengubah kehidupan jutaan orang.

Jika Deep Learning belajar dari jutaan gambar untuk mengenali pola visual, maka K.H. Ahmad Dahlan mengajak kita untuk belajar dari jutaan kisah manusia untuk mengenali pola-pola ketidakadilan. Dan dari pemahaman mendalam itu, kita diminta untuk tidak hanya sekadar mengamati, melainkan juga bertindak.

Memoar Kemanusiaan yang Abadi

Kisah K.H. Ahmad Dahlan adalah memoar hidup dari sebuah Deep Learning kemanusiaan. Beliau mengajarkan kita bahwa pemahaman sejati tentang agama tidak hanya didapat dari teks, tetapi dari perjumpaan langsung dengan realitas sosial. Teologi Al-Ma’un adalah algoritma yang beliau ciptakan untuk mengolah “data” kemiskinan menjadi sebuah aksi nyata yang penuh makna.

Praktik pembelajaran KH. Ahmad Dahlan dalam mengajarkan tafsir surat Al-Ma’un telah menunjukkan kepada kita bahwa konsep deep learning, yang baru populer di era modern, ternyata telah lama diterapkan oleh beliau. Jauh sebelum istilah deep learning dikenal, Kyai Dahlan telah berhasil mengintegrasikan elemen mindful, meaningful, dan joyful learning dalam proses pengajarannya. Beliau tidak hanya mengajarkan ilmu agama secara teoritis, tetapi juga mendorong

murid-muridnya untuk mengamalkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

Hal tersebut menjadi warisan pemikiran dan tindakan KH. Ahmad Dahlan yang menjadi modal berharga bagi sekolah-sekolah Muhammadiyah dalam mengembangkan model pembelajaran yang lebih relevan dan berdampak. Dengan mengintegrasikan spiritualitas, aksi nyata, dan suasana belajar yang menyenangkan, sekolah Muhammadiyah dapat mencetak generasi muda yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga memiliki kepedulian sosial yang tinggi.

Jadi, ketika kita bicara tentang Deep Learning, mari kita ingat bahwa jauh sebelum istilah ini ada, K.H. Ahmad Dahlan telah mengaplikasikan prinsip yang sama untuk memecahkan masalah kemanusiaan. Warisan beliau bukan hanya sekumpulan ajaran, tetapi sebuah metodologi yang relevan sepanjang masa: belajar secara mendalam, beraksi secara nyata.