Titik Temu Smamsatu | Oleh: M. Islahuddin (Guru Pendidikan ISMUBA Smamsatu Gresik)

Dalam lapisan nilai-nilai universal yang dijunjung tinggi oleh peradaban manusia, menghormati orang tua menempati posisi yang hampir sakral. Nilai ini tidak hanya menjadi fondasi bagi tatanan sosial yang harmonis, tetapi juga memiliki dimensi spiritual yang dalam dan menjadi ajaran sentral dalam banyak agama, termasuk Islam dan Kristen. Kedua agama samawi ini tidak hanya memandang bakti kepada orang tua sebagai kewajiban moral, tetapi juga sebagai sebuah jalan spiritual untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Namun, meski memiliki kesamaan dalam prinsip dasar, cara kedua agama merumuskan kehormatan ini dan konsekuensi spiritualnya setelah kematian menawarkan perspektif yang unik dan menarik untuk disandingkan.

Perspektif Islam tentang Berbakti kepada Orang Tua

Dalam Islam, kedudukan orang tua dimuliakan hingga level yang sangat tinggi.

Sebuah hadis Nabi Muhammad SAW yang sangat populer dalam tradisi Muslim menyatakan bahwa keridaan Allah SWT bergantung pada keridaan orang tua, dan begitu pula kemurkaan-Nya. Hadis ini menjadi landasan teologis yang kuat, menjadikan orang tua bagai “tiket surga” bagi anak-anaknya.

Konsekuensi dari pandangan ini adalah bahwa berbakti kepada kedua orang tua bukan lagi sekadar perbuatan baik, melainkan investasi spiritual terpenting untuk kehidupan akhirat. Ibadah haji, salat sunah, atau puasa sunah, meskipun utama, dapat terkalahkan keutamaannya oleh bakti yang tulus kepada ibu dan bapak. Ini menunjukkan bahwa dalam struktur nilai Islam, relasi horizontal yang baik dengan manusia, khususnya orang tua, adalah prasyarat untuk kesempurnaan relasi vertikal dengan Sang Pencipta.

Komitmen ini tidak berhenti bahkan ketika orang tua telah meninggal dunia. Islam mengajarkan bahwa kematian tidak memutuskan hubungan spiritual antara anak dan orang tua. Seorang Muslim didorong untuk tetap mendoakan orang tuanya yang telah tiada, menjadi anak saleh yang terus mengalirkan pahala, serta menjaga warisan amal dan ilmu yang ditinggalkan.

Perspektif Kristen tentang Berbakti kepada Orang Tua

Dalam Kekristenan, penghormatan kepada orang tua juga menempati posisi yang sangat sentral. Perintah ini bahkan termasuk dalam Sepuluh Perintah Allah (Decalogue) dalam Perjanjian Lama: “Hormatilah ayahmu dan ibumu, supaya lanjut umurmu di tanah yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu” (Keluaran 20:12).

Perintah ini tidak hanya bersifat normatif, tetapi juga disertai janji berkat, yaitu umur panjang dan kesejahteraan. Dalam Perjanjian Baru, Rasul Paulus menegaskan kembali pentingnya perintah ini dalam Efesus 6:2–3, menunjukkan bahwa nilai ini tetap relevan. Namun, pendekatan Kristen sering kali menempatkan perintah ini dalam kerangka kasih (agape). Menghormati orang tua bukan semata-mata untuk mendapat balasan, tetapi sebagai wujud kasih dan ketaatan kepada Tuhan.

Dalam tradisi Katolik dan Ortodoks, doa untuk orang tua yang sudah meninggal menjadi praktik yang dijunjung tinggi, sedangkan di kalangan Protestan lebih ditekankan pada keyakinan iman dan warisan rohani. Dengan demikian, meski berbeda dalam teknis spiritualitas pasca-kematian, Kekristenan tetap menempatkan bakti kepada orang tua sebagai perintah ilahi yang berakar pada kasih.

Harmoni dalam Perbedaan

Jika dibandingkan, Islam merumuskannya dengan sangat tegas dalam kerangka “ekonomi pahala” dan kehidupan akhirat, sementara Kristen menekankan kerangka kasih dan ketaatan kepada Kristus. Namun, keduanya sepakat bahwa hubungan anak dan orang tua adalah suci dan tak terputus bahkan setelah kematian.

Fenomena di SMA Muhammadiyah 1 Gresik

Nilai-nilai universal ini tidak hanya berhenti pada wacana teologis, tetapi juga dapat diamati dalam praktik kehidupan sehari-hari. Salah satu fenomena menarik terjadi di SMA Muhammadiyah 1 Gresik, sebuah sekolah yang identitasnya kuat sebagai lembaga pendidikan Islam. Di sekolah ini, terdapat siswa Kristen yang hidup berdampingan dengan siswa Muslim, dan bahkan menginternalisasikan nilai-nilai Islami ke dalam perilaku keseharian mereka.

Misalnya, dalam tradisi kegiatan sekolah seperti pengajian, bakti sosial, atau program pengabdian masyarakat, siswa Kristen ikut terlibat dengan penuh semangat. Mereka belajar dari nilai-nilai Islam tentang adab kepada orang tua, rasa hormat terhadap guru, dan kepedulian terhadap sesama. Dalam wawancara internal sekolah, beberapa siswa Kristen mengaku bahwa ajaran Islam tentang berbakti kepada orang tua sangat dekat dengan ajaran Kristen sendiri. Mereka merasakan bahwa menghormati orang tua adalah wujud kasih kepada Tuhan, sebagaimana diajarkan Yesus, sekaligus jalan menuju keberkahan, sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur’an dan hadis.

Fenomena ini menjadi ruang dialog hidup antara dua iman. Islam dan Kristen menemukan titik temu dalam ajaran bakti kepada orang tua, yang tidak hanya dilihat sebagai kewajiban moral, tetapi juga jalan spiritual menuju Tuhan. Di SMA Muhammadiyah 1 Gresik, nilai universal ini membentuk etos kebersamaan: siswa Muslim belajar dari semangat kasih siswa Kristen, sementara siswa Kristen belajar dari ketekunan spiritual siswa Muslim.

Kesimpulan

Nilai berbakti kepada orang tua dalam Islam dan Kristen menunjukkan bahwa kedua agama besar ini memiliki fondasi moral yang sama, meskipun dibungkus dalam kerangka teologis yang berbeda. Islam menekankan pahala dan doa anak saleh sebagai investasi akhirat, sementara Kristen menekankan kasih agape dan warisan rohani.

Fenomena di SMA Muhammadiyah 1 Gresik menjadi contoh konkret bahwa nilai universal ini bisa menjadi titik temu antaragama. Siswa Kristen yang menginternalisasikan nilai-nilai Islami dalam kehidupan sehari-hari menunjukkan bahwa cinta, hormat, dan bakti kepada orang tua bukan hanya ajaran sektarian, melainkan warisan spiritual kemanusiaan. Pada akhirnya, baik Islam maupun Kristen mengajarkan kebenaran yang sama: cinta sejati kepada orang tua adalah cinta yang melintasi batas agama, terus hidup setelah kematian, dan bergema dalam kekekalan.