Titik Temu Smamsatu | Ruang Inspirasi & Jembatan Pemikiran | Oleh : Dewi Musdalifah
Jika pendidikan hanya menjadi corong yang menyalurkan teks, ia akan pudar seperti suara yang hilang di tengah bising. Perannya akan dihapus perlahan oleh mesin-mesin cerdas—AI dan saudara-saudaranya—yang tak lelah menyalin, menyimpan, dan menyebarkan kata tanpa jeda.
Namun kata, sebagaimana kehidupan, tak lahir untuk sekadar dibaca. Ia baru bernapas ketika disentuh, didengar detak halusnya, dirasakan denyut nadinya. Di sanalah after teks bermula—saat sebuah kata melampaui dirinya sendiri dan menjelma menjadi pengalaman.
After teks adalah kesanggupan merasakan hujan dalam kalimat, mencium aroma tanah basah dari sebuah paragraf, menyentuh tepi makna dengan ujung jemari jiwa. Ia mengajak tubuh, pikiran, rasa, dan intuisi menari dalam satu tarikan napas. Dari situ, pengetahuan tidak lagi sekadar isi kepala, melainkan kesadaran yang mengalir di aliran darah.
Pendidikan harus berani menjadi pengguncang yang lembut—menciptakan “gangguan” yang menyalakan kembali api ketertakjuban. Sebab ketertakjuban adalah mata air pencarian, yang membuat manusia rela berjalan jauh, menembus gelap, hanya untuk menemukan secercah cahaya.
Di zaman serba tahu, serba dekat dalam genggaman, ketertakjuban mudah layu. Maka, pendidikan harus menjadi taman liar yang membiarkan rasa ingin tahu tumbuh tak terkendali. Harus ada percikan adrenalin yang memaksa pikiran melompat, imajinasi membentang, dan tubuh ikut belajar dengan segala indranya.
Tugas pendidik adalah mengajukan pertanyaan yang tak berjawab, yang bahkan tampak mustahil, hingga pembelajar menemukan dirinya sendiri di antara keheningan dan kebisingan. Membawa mereka masuk ke ruang-ruang batin yang kerap kosong—tempat kelelahan dan kebuntuan bersembunyi—dan mengisinya dengan cahaya yang diperoleh dari pengalaman.
Selama pendidikan mampu menjadi ruang perjumpaan yang menggetarkan jiwa, ia akan bertahan. Bukan sebagai gudang kata-kata, melainkan sebagai altar tempat manusia menemukan kembali rasa takjubnya pada hidup.
Kemasan narasi begitu itu indah, hampir tdk ada satupun kata tanpa makna yg dalam…memang penulis yg satu ini keren